Gas Elpiji Langka, Salah Siapa?
Program konversi minyak tanah ke gas elpiji kembali menuai kecaman. Sebelumnya masyarakat enggan beralih ke gas elpiji karena berpikir gas lebih mahal. Tapi pemerintah tak mau peduli, rakyat seperti dipaksa. Mau tidak mau harus mau mengganti konsumsi bahan bakar dari minyak tanah ke gas elpiji. Dan rakyatpun mengalah, baiklah kita pakai elpiji toh kompor dan tabung diberikan gratis oleh Pemerintah. Begitu mungkin pikir mereka.
Tapi kenyataan bicara lain. Setelah rakyat benar – benar memakai elpiji, tentunya dengan konsekwensi minyak tanah menghilang di daerah mereka, saat ini rakyat kembali dihadapkan pada permasalahan baru : GAS ELPIJI SUSAH DIDAPAT.
Hal ini terjadi di banyak tempat, mulai dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya bahkan sampai luar jawa. Kelangkaan elpiji ini mulai mengganggu kelangsungan usaha kecil di beberapa daerah yang terkena program konversi.
Saiman, seorang pedagang bakso di Jakarta sudah empat hari tidak berjualan. Tabung elpiji ukuran tiga kilogram miliknya dibawa ke sejumlah sudut Ibu Kota mencari pengecer yang masih punya stok. Namun, sampai lelah berputar putar dengan sepeda ontelnya, Saiman tak kunjung bisa menukarkan tabung gas miliknya.
Pertamina sebagai pihak yang bertanggung jawab atas ketersediaan bahan bakar di negeri ini hanya bisa mengumbar janji janji saja. Kali ini Pertamina kembali berjanji selasa (16/12) ini pasokan akan kembali normal. Pertamina juga tak mau disalahkan dan menunjuk kepanikan konsumen sebagai biang keladi langkanya elpiji di pasaran.
Lalu bagaimana kata pemerintah? Nggak jauh beda. Pemerintah mengakui ada hambatan pasokan karena dua kilang rusak bersamaan. Tapi perilaku masyarakat yang berlebihan menjadikan kelangkaan kian meluas. “Jadi biasa kalau ada kekurangan, orang yang tak kekurangan ikut membeli,” kata Wakil Presiden Yusuf Kalla pada suatu kesempatan.
Jadi cukup dengan saling menyalahkan saja lalu masalah akan teratasi dengan sendirinya? Lalu dimana letak rasa keberpihakan Pemerintah kepada rakyatnya? Apa iya rakyat disuruh menyelesaikan sendiri setiap permasalahan yang dihadapi?
Mungkin saya akan lebih sering mendengar kalimat seperti ini: “Pemerintah maunya gimana sih, dulu pakai minyak tanah disuruh pakai gas, sekarang sudah pakai gas malah gasnya nggak ada. Beli minyak tanah juga harus ngantri. Kayak jaman PKI saja.”(Harr/Randublatung)